• Ketidakpastian perekonomian global dan dampak Pandemi telah memaksa banyak Perusahaan untuk melakukan penyesuaian operasional agar tetap bertahan. Opsi yang sering kali diambil oleh Perusahaan adalah pengurangan jumlah karyawan atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sejumlah karyawan.
  • Data dari kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) menunjukkan peningkatan yang signifikan jumlah tenaga kerja yang ter-PHK. Di tahun 2022, jumlah PHK mencapai 25.114. Jumlah ini meningkat tajam pada tahun 2023, yang mencapai 63.806. Terdapat kenaikan lebih dari dua kali lipat. Data terakhir pada Maret 2024 juga menunjukkan tren yang kembali meningkat (7,7%) dibandingkan bulan sebelumnya, Februari 2024. 
  • Penelitian ini menggunakan metode survei untuk mengeksplorasi potret kesejahteraan karyawan setelah diberhentikan (PHK) dan desain survei deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Tujuan utama adalah untuk mengukur dan mendeskripsikan tingkat kesejahteraan karyawan setelah mengalami PHK serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut.
  • Penelitian ini menunjukan bahwa penurunan pendapatan yang dialami oleh sebagian besar responden (97,35%) setelah PHK menyebabkan dampak ekonomi yang signifikan. Adapun sebagian besar responden sebanyak 80,85% mempertimbangkan atau memulai usaha mandiri. 
  • Sementara itu, penggunaan pinjaman online sebagai solusi darurat oleh 37,5% responden mencerminkan kebutuhan mendesak untuk mendapatkan dana tambahan. Meskipun menawarkan kemudahan dan aksesibilitas, pinjaman online juga disertai dengan risiko tinggi terkait bunga dan biaya tambahan, yang dapat memperburuk kondisi keuangan jangka panjang.
  • Hasil penelitian ini menyoroti pentingnya perlindungan sosial, pendidikan keuangan, dan kebijakan yang mendukung untuk membantu individu yang terdampak PHK dalam mengelola risiko keuangan dan meningkatkan kesejahteraan.

Survey Potret Kesejahteraan Karyawan Terdampak PHK